Archive

Archive for the ‘KB’ Category

Alat Kontrasepsi

March 16, 2010 4 comments

Widiantoro, 15 Juli 2009

DEFINISI KB
Keluarga Berendana adalah usaha untuk mengontrol jumlah dan jarak antara kelahiran anak.

Untuk menghindari kehamilan yang bersifat sementara digunakan kontrasepsi sedangkan untuk menghindari kehamilan yang sifatnya menetap bisa dilakukan sterilisasi.
Aborsi bisa digunakan untuk mengakhiri kehamilan jika terjadi kegagalan kontrasepsi.

Alat  kontrasepsi

KONTRASEPSI

Metode kontrasepsi terdiri dari:

  1. Kontrasepsi oral (pil KB)Pil KB mengandung hormon, baik dalam bentuk kombinasi progestin dengan estrogen atau progestin saja.
    Pil KB mencegah kehamilan dengan cara menghentikan ovulasi (pelepasan sel telur oleh ovarium) dan menjaga kekentalan lendir servikal sehingga tidak dapat dilalui oleh sperma.

    Tablet yang hanya mengandung progestin sering menyebabkan perdarahan tidak teratur. Tablet ini hanya diberikan jika pemberian estrogen bisa membahayakan, misalnya pada wanita yang sedang menyusui.

    Pil kombinasi ada yang memiliki estrogen dosis rendah dan ada yang mengandung estrogen dosis tinggi.
    Estrogen dosis tinggi biasanya diberikan kepada wanita yang mengkonsumsi obat tertentu (terutama obat epilepsi).

    Keuntungan pemakaian pil KB adalah mengurangi:
    – Resiko kanker jenis tertentu
    – Angka kekambuhan kram pada saat menstruasi
    – Ketegangan premenstruasi
    – Perdarahan tidak teratur
    Anemia
    Kista payudara
    Kista ovarium
    – Kehamilan ektopik (kehamilan di luar kandungan)
    – Infeksi tuba falopii.

    Sebelum mulai menggunakan pil KB, dilakukan pemeriksaan fisik untuk meyakinkan bahwa tidak ada masalah kesehatan yang bisa menimbulkan resiko.
    Jika wanita tersebut atau keluarga dekatnya ada yang menderita diabetes atau penyakit jantung, biasanya dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar kolesterol dan gula darah. Jika kadar kolesterol atau gula darahnya tinggi, maka diberikan pil KB dosis rendah.
    3 bulan setelah pemakaian pil KB, dilakukan pemeriksaan ulang untuk mengetahui adanya perubahan tekanan darah. Selanjutnya pemeriksaan dilakukan 1 kali/tahun.

    Pil KB sebaiknya tidak digunakan oleh:
    a. Wanita yang merokok dan berusia diatas 35 tahun
    b. Wanita penderita penyakit hati aktif atau tumor
    c. Wanita yang memiliki kadar trigliserida tinggi d. Wanita penderita tekanan darah tinggi yang tidak diobati
    e. Wanita penderita diabetes yang disertai penyumbatan arteri
    f. Wanita yang memiliki bekuan darah
    g. Wanita yang tungkainya sedang digips
    h. Wanita penderita penyakit jantung
    I. Wanita yang pernah menderita stroke
    j. Wanita yang pernah menderita penyakit kuning pada saat kehamilan
    k. Wanita penderita kanker payudara atau kanker rahim.

    Pengawasan harus dilakukan jika pil KB digunakan oleh:
    a. Wanita yang mengalami depresi
    b. Wanita yang sering mengalami sakit kepala migren
    c. Wanita yang merokok tetapi berusia dibawah 35 tahun
    d. Wanita yang pernah menderita hepatitis atau penyakit hari lainnya tetapi telah sembuh total.

    Pemakaian pil KB setelah kehamilan

    Resiko terbentuknya bekuan darah di tungkai meningkat setelah kehamilan dan akan semakin meningkat jika wanita tersebut memakai pil KB.
    Jika menstruasi terakhir terjadi dalam waktu kurang dari 12 minggu setelah persalinan, maka pil KB bisa langsung digunakan. Jika menstruasi terakhir terjadi dalam waktu 12-28 minggu, maka harus menunggu 1 minggu sebelum pil KB mulai digunakan, sedangkan jika menstruasi terakhir terjadi dalam waktu lebih dari 28 minggu, harus menunggu 2 minggu sebelum pil KB mulai digunakan.

    Wanita yang menyusui biasanya tidak mengalami ovulasi sampai 10-12 minggu setelah persalinan, tetapi mereka bisa mengalami ovulasi dan hamil sebelum terjadinya menstruasi pertama. Karena itu, ibu yang menyusui sebaiknya menggunakan pil KB jika tidak ingin hamil.
    Pil kombinasi yang diminum oleh ibu menyusui bisa mengurangi jumlah air susu dan kandungan zat lemak serta protein dalam air susu. Hormon dari pil terdapat dalam air susu sehingga bisa sampai ke bayi. Karena itu untuk ibu menyusui sebaiknya diberikan tablet yang hanya mengandung progestin, yang tidak mempengaruhi pembentukan air susu.

    Pil KB yang diminum segera setelah terjadinya pembuahan atau pada awal kehamilan (sebelum wanita tersebut mengetahui bahwa dia hamil) tidak akan membahayakan janin.

    Efek samping pil KB

    a. Spotting
    Sering terjadi pada tahun pertama pemakaian pil KB, jika tubuh telah menyesuaikan diri dengan hormon biasanya perdarahan abnormal akan berhenti.

    b. Beberapa bulan setelah berhenti menggunakan pil KB, mungkin tidak akan terjadi menstruasi, tetapi obat ini tidak menyebabkan berkurangnya kesuburan secara permanen.

    c. Efek samping yang berhubungan dengan estrogen adalah mual, nyeri tekan pada payudara, perut kembung, penahanan cairan, peningkatan tekanan darah dan depresi.

    d. Efek samping yang berhubungan dengan progestin adalah penambahan berat badan, jerawat dan kecemasan.
    Penambahan berat badan sebanyak 1,5-2,5 kg biasanya terjadi akibat penahanan cairan dan mungkin karena meningkatnya nafsu makan.

    e. Bekuan darah diperkirakan 3-4 kali lebih sering terjadi pada pemakaian pil KB dosis tinggi.
    Jika secara tiba-tiba timbul nyeri dada atau nyeri tungkai, pemakaian pil KB harus segera dihentikan dan segera memeriksakan diri karena gejala tersebut mungkin menunjukkan adanya bekuan darah di dalam vena tungkai dan kemungkinan sedang menuju ke paru-paru.
    Pil KB dan pembedahan menyebabkan meningkatnya resiko pembentukan bekuan darah, sehingga 1 bulan sebelum menjalani pembedahan pemakaian pil harus dihentikan dan baru mulai dipakai lagi 1 bulah setelah pembedahan.

    f. Mual dan sakit kepala.

    g. 1-2% wanita pemakai pil KB mengalami depresi dan kesulitan tidur.

    h. Melasma (bercak-bercak berwarna gelap di wajah).
    Jika terkena sinar matahari, bercak semakin gelap. Melasma akan menghilang secara perlahan setelah pemakaian pil KB dihentikan.

    I. Resiko terjadinya kanker leher rahim tampaknya meningkat, terutama jika pil KB telah dipakai selama lebih dari 5 tahun. Karena itu wanita pemakai pil KB harus rutin menjalani pemeriksaan Pap smear (minimal 1 kali/tahun).
    Di lain fihak, wanita pemakai pil KB memiliki resiko kanker ovarium ataupun kanker rahim yang lebih rendah.

    Interaksi pil KB dengan obat lain

    Pil KB tidak berpengaruh terhadap obat lain, tetapi obat lain (terutama obat tidur dan antibiotik) bisa menyebabkan berkurangnya efektivitas dari pil KB.
    Wanita pemakai pil KB bisa hamil jika secara terus menerus mengkonsumsi antibiotik (misalnya rifampin, penisilin, ampisilin, tetrasiklin atau golongan sulfa). Ketika mengkonsumsi antibiotik tersebut, selain pil KB sebaiknya ditambah dengan menggunaka kontrasepsi penghalang (misalnya kondom atau diafragma).

    Oba anti-kejang (fenitoin dan phenobarbital) bisa menyebabkan meningkatkan perdarahan abnormal pada wanita pemakai pil KB.
    Untuk mengatasi hal ini, kepada wanita penderita epilepsi yang mengkonsumsi anti-kejang perlu diberikan pil KB dosis tinggi.

    Kontrasepsi hormonal

  2. Kontrasepsi penghalangKontrasepsi penghalang secara fisik menghalangi jalan masuk sperma ke dalam rahim wanita.
    Yang termasuk ke dalam kontrasepsi penghalang adalah:

    A. Kondom.

    Kondom bisa melindungi pemakainya dari penyakit menular seksual (misalnya AIDS) dan dapat mencegah perubahan prekanker tertentu pada sel-sel leher rahim.
    Ada kondom yang ujungnya memiliki penampung semen; jika tidak ada penampung semen, sebaiknya kondom disisakan sekitar 1cm di depan penis.
    Kondom harus dilepaskan secara perlahan karena jika semen tumpah maka sperma bisa masuk ke vagina sehingga terjadi kehamilan.
    Untuk menambah efektivitas pemakaian kondom bisa ditambahkan spermisida (biasanya terkandung di dalam pelumas kondom atau dimasukkan secara terpisah ke dalam vagina).

    Kondom wanita merupakan alat kontrasepsi penghalang baru yang dipasang di vagina dengan bantuan sebuah cincin.
    Kondom wanita menyerupai kondom pria, tetapi lebih lebar dan memiliki angka kegagalan yang tinggi.

    Kondom
    Kondom  wanita

    B. Diafragma.

    Diafragma merupakan plastik berbentuk kubah dengan sabuk yang lentur, dipasang pada serviks dan menjaga agar sperma tidak masuk ke dalam rahim.
    Ukurannya bervariasi dan harus dicocokkan oleh dokter atau perawat.
    Pemakaiannya harus selalu bersamaan dengan krim atau jeli.
    Diafragma dipasang sebelum melakukan hubungan seksual dan tetap terpasang sampai minimal 8 jam tetapi tidak boleh lebih dari 24 jam.
    Ukuran diafragma harus diganti jika:
    – terjadi penambahan atau penurunan berat badan sebanyak lebih dari 5 kg
    – diafragma telah dipakai selama lebih dari 1 tahun
    – baru melahirkan anak atau mengalami aborsi,
    karena ukuran dan bentuk vagina mungkin mengalami perubahan.

    Diagragma
    Penutup leher rahim

    C. Penutup serviks (leher rahim).

    Penutup serviks (cervical cap) hampir menyerupai diafragma tetapi ukurannya lebih kecil dan lebih kaku, dipasang pada serviks.
    Ukurannya bervariasi dan harus dicocokkan oleh dokter atau perawat.
    Pemakaian penutup serviks harus selalu bersamaan dengan krim atau jeli.
    Penutup serviks dipasang sebelum melakukan hubungan seksual dan tetap terpasang sampai minimal 8 jam dan maksimal 48 jam sesudah melakukan hubungan seksual.

    D. Sediaan untuk menghentikan atau membunuh sperma atau disebut juga spermisida (dalam bentuk busa, krim, jel dan suppositoria yang dimasukkan ke dalam vagina)

    Busa, krim, jeli dan suppositoria vagina dimasukkan sebelum melakukan hubungan seksual.
    Selain mengandung spermisida, bahan tersebut juga merupakan penghalang fisik untuk sperma.

  3. Penarikan penis sebelum terjadinya ejakulasiDisebut juga coitus interruptus.
    Pada metode ini, pria mengeluarkan/menarik penisnya dari vagina sebelum terjadinya ejakulasi (pelepasan sperma ketika mengalami orgasme).
    Metode ini kurang dapat diandalkan karena sperma bisa keluar sebelum orgasme juga memerlukan pengendalian diri yang tinggi serta penentuan waktu yang tepat.
  4. Metoda ritmikPada metoda ritmik, pasangan suami istri tidak melakukan hubungan seksual selama masa subur wanita.
    Ovulasi (pelepasan sel telur dari ovarium) terjadi 14 hari sebelum menstruasi. Sel telur yang telah dilepaskan hanya bertahan hidup selama 24 jam, tetapi sperma bisa bertahan selama 3-4 hari setelah melakukan hubungan seksual. Karena itu pembuahan bisa terjadi akibat hubungan seksual yang dilakukan 4 hari sebelum ovulasi.

    A. Metode ritmik kalender merupakan metode yang paling tidak efektif, bahkan untuk wanita yang memiliki siklus menstruasi yang teratur.
    Wanita sebaiknya mencatat siklusnya dalam 12 bulan terakhir. Untuk mengetahui saat tidak boleh melakukan hubungan seksual, dilakukan perhitungan berikut:
    (siklus terpendek – 18) dan (siklus terpanjang – 11).
    Contohnya, jika siklus seorang wanita dalam waktu 12 bulan terakhir berkisar antara 26-29 hari, maka 26-18=8 dan 29-11=18, artinya hubungan seksual tidak boleh dilakukan pada hari ke-8 sampai hari ke-18 setelah menstruasi.

    B. Pada metode temperatur, dilakukan pengukuran suhu basal (suhu ketika bangun tidur sebelum beranjak dari tempat tidur).
    Suhu basal akan menurun sebelum ovulasi dan agak meningkat (kurang dari 1? Celsius) setelah ovulasi.
    Hubungan seksual sebaiknya tidak dilakukan mulai dari menstruasi hari pertama sampai suhu basalnya meningkat.

    C. Pada metode lendir, masa subur wanita diketahui dengan mengamati lendir servikal, yang biasanya dikeluarkan dalam jumlah yang lebih banyak dan lebih encer sesaat sebelum ovulasi.
    Hubungan seksual tidak boleh pada saat terjadinya peningkatan jumlah lendir servikal sampai 4 hari sesudahnya.

    C. Metoda simptotermal terdiri dari pengamatan perubahan lendir servikal dan suhu basal tubuh, juga gejala lainnya yang berhubungan dengan ovulasi (misalnya nyeri kram ringan pada perut bagian bawah).
    Metoda ini merupakan metoda yang paling dapat diandalkan.

  5. Kontrasepsi implanKontrasepsi implan adalah kapsul plastik yang mengandung progestin, yang bekerja dengan cara mencegah ovulasi dan menghalangi masuknya sperma melalui lendir serviks yang kental.
    6 kapsul dimasukkan ke bawah kulit lengan atas. Setelah diberi obat bius, dibuat sayatan dan dengan bantuan jarum dimasukkan kapsul implan. Tidak perlu dilakukan penjahitan.
    Kapsul ini melepaskan progestin ke dalam aliran darah secara perlahan dan biasanya dipasang selama 5 tahun.

    Interaksi dengan obat lain jarang terjadi karena implan tidak mengandung estroggen.

    Efek samping yang utama adalah perdarahan tidak teratur atau sama sekali tidak terajdi menstruasi.
    Efek samping lainnya adalah sakit kepala dan penambahan berat badan.

    Kapsul implan tidak larut dalam tubuh sehingga setelah 5 tahun harus dilepaskan.
    Segera setelah implan dilepas, fungsi ovarium akan kembali normal dan wanita pemakai implan kembali menjadi subur.

  6. Kontrasepsi suntikanMedroksiprogesteron (sejenis progestin) disuntikkan 1 kali/3 bulan ke dalam otot bokong atau lengan atas.
    Suntikan ini sangat efektif tetapi bisa mengganggu siklus menstruasi. Sepertiga pemakai KB suntik tidak mengalami menstruasi pada 3 bulan setelah suntikan pertama dan sepertiga lainnya mengalami perdarahan tidak teratur dan spotting (bercak perdarahan) selama lebih dari 11 hari setiap bulannya. Semakin lama suntikan KB dipakai, maka lebih banyak wanita yang tidak mengalami menstruasi tetapi lebih sedikit wanita yang mengalami perdarahan tidak teratur. Setelah 2 tahun memakai suntikan KB, sekitar 70% wanita sama sekali tidak mengalami perdarahan.
    Jika pemakaian suntikan KB dihentikan, siklus menstruasi yang teratur akan kembali terjadi dalam waktu 6 bulan-1 tahun.

    Efeknya berlangsung lama, sehingga kesuburan mungkin baru kembali 1 tahun setelah suntikan dihentikan, tetapi Medroksiprogesteron tidak menyebabkan kemandulan permanen.
    Suntikan KB bisa menyebabkan penambahan berat badan yang sifatnya ringan. Setelah pemakaian dihentikan, bisa terjadi osteoporosis yang bersifat sementara.

    Medroksiprogesteron tidak menyebabkan meningkatnya resiko terhadap berbagai kanker (termasuk kanker payudara), tetapi mengurangi resiko terjadinya kanker rahim.
    Keuntungan memakai KB suntik:

    • Cocok untuk mencegah kehamilan atau menjarangkan kehamilan dalam jangka panjang dan kesuburan dapat pulih kembali
    • Tidak terpengaruh “faktor lupa” dari pemakai (tidak seperti memakai PIL KB)
    • Tidak mengganggu hubungan suami istri
    • Dapat dipakai segala umur pada masa reproduktif
    • Tidak mengganggu laktasi (menyusui), baik dari segi kuantitas maupun kualitas
    • Dapat dipakai segera setelah masa nifas
    • Meningkatkan kenyamanan hubungan suami-istri karena rasa aman terhadap risiko kehamilan
    • Dapat dipakai segera setelah keguguran
    • Membantu mencegah terjadinya kehamilan di luar kandungan
    • Membantu mencegah kanker endometrium (rahim)
    • Membantu mencegah kejadian mioma uteri (tumor jinak rahim)
    • Mungkin dapat mencegah kanker indung telur (ovarium)
    • Mengurangi kejadian anemi kekurangan zat besi
    • Khusus untuk penderita epilepsi mengurangi kejadian kejang.

Kekurangan KB suntikan: Kekurangan KB Suntikan: Efek sampingya terhadap siklus haid (menstruasi) sering “tidak menyenangkan” , namun tidak berbahaya dan bukan tanda kelainan/penyakit ; perubahan pola haid biasanya pada tahun pertama pemakaian yakni :

  • Perdarahan bercak , terjadi pada tahun pertama pemakaian
  • Jarang terjadi perdarahan yang banyak
  • Tidak dapat haid (sering setelah pemakaian berulang)
  • Sering menaikkan Berat Badan
  • Dapat menyebabkan (tidak pada semua akseptor) sakit kepala, nyeri payudara, “moodiness”, jerawat, kurangnya libido seksual, rambut rontok.
  • Perlu suntikan ulangan teratur
  • Perlu follow up (kontrol/kunjungan berkala) untuk evaluasi Secara UMUM, kebanyakan wanita BOLEH memakai KB suntik, meskipun:
    1. perokok berat
    2. menyusui
    3. gemuk atau kurus
    4. remaja
    5. baru keguguran
    6. Berpenyakit Tiroid
    7. Epilepsi
    8. TBC (bukan TBC kandungan)
    9. Varises ringan
    10. Hipertensi ringan
    11. Siklus haid tidak teratur
    12. Anemi kekurangan zat besi

    Interaksi dengan obat lain jarang terjadi.

  • IUD (intra uterine device, spiral).Keuntungan dari IUD adalah efek sampingnya terbatas di dalam rahim.
    Terdapat 2 macam IUD:
    – melepaskan progesteron (harus diganti setiap tahun)
    – melepaskan tembaga (efektif selama 10 tahun).

    Biasanya IUD dipasang pada saat menstruasi. Jika kemungkinan terjadi infeksi serviks, masa pemasangan IUD sebaiknya ditunda sampai infeksi mereda.

    Cara kerja IUD adalah dengan menyebabkan reaksi peradangan di dalam rahim yang akan menarik datangnya sel-sel darah putih. Zat yang dihasilkan oleh sel darah putih ini merupakan racun bagi sperma sehingga tidak terjadi pembuahan sel telur.
    Melepaskan IUD akan menyebabkan terhentinya proses peradangan.

    Efek samping dari IUD:
    – Perdarahan dan nyeri
    – Kadang IUD terlepas dengan sendirinya (sekitar 20% IUD yang lepas tidak disadari/diketahui oleh pemakainya dan bisa menyebabkan kehamilan)
    Perforasi rahim
    – Ketika baru dipasang akan terjadi infeksi singkat pada rahim, tetapi infeksi ini akan mereda setelah 24 jam
    – Resiko terjadinya keguguran pada wanita hamil dengan IUD yang masih terpasang adalah sekitar 55%. IUD

    STERILISASI

    Sterilisasi merupakan cara berkeluarga berencana yang sifatnya permanen.
    Sterilisasi pada pria dilakukan melalui vasektomi, sedangkan pada wanita dilakukan prosedur ligasi tuba.

    Vasektomi adalah pemotongan vas deferens (saluran yang membawa sperma dari testis).
    Vasektomi dilakukan oleh ahli bedah urolog dan memerlukan waktu sekitar 20 menit.
    Pria yang menjalani vasektomi sebaiknya tidak segera menghentikan pemakaian kontrasepsi, karena biasanya kesuburan masih tetap ada sampai sekitar 15-20 kali ejakulasi.
    Setelah pemeriksaan laboratorium terhadap 2 kali ejakulasi menunjukkan tidak ada sperma, maka dikatakan bahwa pria tersebut telah mandul.
    Komplikasi dari vasektomi adalah:
    – Perdarahan
    – Respon peradangan terhadap sperma yang merembes
    – Pembukaan spontan.

    Ligasi tuba adalah pemotongan dan pengikatan atau penyumbatan tuba falopii (saluran telur dari ovarium ke rahim).
    Pada ligasi tuba dibuat sayatan pada perut dan dilakukan pembiusan total.
    Ligasi tuba bisa dilakukan segera setelah melahirkan atau dijadwalkan di kemudian hari.

    Ligasi  tuba

    Sterilisasi pada wanita seringkali dilakukan melalui laparoskopi.
    Selain pemotongan dan pengikatan, bisa juga dilakukan kauterisasi (pemakaian arus listrik) untuk menutup saluran tuba.

    Untuk menyumbat tuba bisa digunakan pita plastik dan klip berpegas.
    Pada penyumbatan tuba, kesuburan akan lebih mudah kembali karena lebih sedikit terjadi kerusakan jaringan.

    Ligasi  tuba
    Ligasi  tuba

    Teknik sterilisasi lainnya yang kadang digunakan pada wanita adalah histerektomi (pengangkatan rahim) dan ooforektomi (pengangkatan ovarium/indung telur).

    ABORSI

    Aborsi adalah pengguguran kandungan.
    Secara umum, kontrasepsi dan sterilisasi memiliki komplikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan aborsi, terutama pada wanita muda.
    Karena itu kontrasepsi dan sterilisasi merupakan pilihan yang lebih baik untuk mencegah kehamilan dan aborsi sebaiknya dijadikan pilihan terakhir jika teknik lainnya yang lebih aman telah gagal dilakukan.

    Metoda aborsi terdiri dari:

    1. Evakuasi pembedahan : mengeluarkan isi rahim melalui vagina.
      Evakuasi pembedahan merupakan 97% dari aborsi dan hampir selalu dilakukan pada kehamilan yang berumur kurang dari 12 minggu.
      Digunakan teknik kuretase aspirasi.

      Untuk kehamilan yang berusia 7-12 minggu, serviks biasanya harus dilebarkan terlebih dahulu (dilatasi) karena selang penghisapnya lebih besar.
      Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cedera pada serviks, bisa digunakan laminaria (akar rumput laut yang dikeringkan) atau dilator lainnya yang menyerap air. Laminaria dimasukkan ke dalam saluran servikal dan dibiarkan selama 4-5 jam, biasanya semalaman. Karena laminaria menyerap sejumlah air dari tubuh, maka laminaria akan mengembang dan menyebabkan peregangan lubang serviks.

      Untuk kehamilan yang berusia lebih dari 12 minggu teknik yang paling sering digunakan adalah D&E (dilatasi dan evakuasi). Alat penghisap dan forseps digunakan untuk mengeluarkan hasil pembuahan lalu dilakukan pengerokan rahim secara perlahan untuk memastikan bahwa seluruh jaringan telah dikeluarkan.
      Dilatasi dan evakuasi semakin banyak digunakan pada kehamilan lanjut untuk merangsang aborsi karena komplikasinya lebih ringan dibandingkan dengan pamekaian obat.

    2. Obat-obatan untuk merangsang kontraksi rahim sehingga isi rahim keluar.
      Obat-obatan (misalnya mifepriston/RU 486 dan prostaglandin) kadang digunakan untuk merangsang aborsi, terutama pada kehamilan diatas 16 minggu, karena pada saat ini D&E bisa menyebabkan komplikasi yang serius (seperti kerusakan rahim atau usus).
      RU 486 bisa digunakan segera setelah pembuahan.
      Prostaglandin adalah obat yang merangsang kontraksi usu, bisa diberikan dalam bentuk suntikan atau suppositoria vagina. Efek sampingnya adalah mual, muntah, diare, kemerahan pada wajah dan pingsan. Pada beberapa wanita, prostaglandin bisa memicu suatu serangan asma.

      Mifepriston dikombinasikan dengan prostaglandin sangat efektif untuk mengakhiri kehamilan yang berusia kurang dari 7 minggu.
      Obat ini menghalangi kerja progesteron di dalam lapisan rahim sehingga prostaglandin lebih efektif.

      Pil KB dosis tinggi kadang digunakan untuk mencegah kehamilan setelah melakukan 1 kali hubungan seksual tanpa alat kontrasepsi, tetapi tidak selalu efektif. Pil KB harus diminum dalam waktu 72 jam. Efek sampingnya adalah mual dan muntah.

    Komplikasi aborsi secara langsung berhubungan dengan umur kehamilan dan metoda yang digunakan. Semakin tua umur kehamilan, semakin besar resiko terjadinya komplikasi:
    – Perforasi rahim oleh alat bedah
    – Perforasi usus atau organ lainnya
    – Perdarahan selama atau segera setelah aborsi
    – Perdarahan tertunda karena adanya sisa plasenta di dalam rahim
    – Infeksi rahim
    – Pembentukan jaringan parut di dalam rahim.

  • Categories: KB Tags: , , , , ,

    Diafragma, Alat Kontrasepsi yang Tidak Biasa

    April 20, 2009 3 comments

    Kontrasepsi diafragma merupakan hal yang tidak biasa di Indonesia. Kontrasepsi ini adalah kontrasepsi barier yang tidak mengurangi kenikamatan berhubungan seksual karena terjadi skin to skin kontak antara penis dengan vagina dan dapat meningkatkan frekuensi sentuhan pada G Spot dalam. Sayangnya diafragma memiliki efektifitas yang paling rendah dibandingkan dengan alat kontrasepsi lainnya, selain itu pemasangannya harus oleh tenaga kesehatan dan harganya relatif lebih mahal. Bentuk dan pemasangannya adalah sebagai berikut :

    170491

    Kontrasepsi The lactational amenorrhea method (LAM)

    April 18, 2008 Leave a comment

    Memberikan ASI ( Laktasi ) dan Pencegahan Kehamilan?

    Biasanya Ibu yang memberikan ASI (lakstasi) akan mengalami keterlambatan untuk kembali mendapatkan menstruasinya.

    Metode LAM – The lactational amenorrhea method (LAM) adalah salah satu teknik Kontrasepsi atau KB alamiah yang didasarkan pada Ibu memberikan ASI ekslusif akan menyebabkan tidak mendapatkan menstruasi.

    Penelitian menyatakan bahwa wanita yang memberikan bayinya ASI secara ekslusif dan belum mendapatkan menstruasinya maka biasanya tidak akan mengalami kehamilan selama masa 6 bulan setelah melahirkan.

    Bagaimana cara kerja ASI sebagai kontrasepsi ?

    ASI berhubungan dengan pelepasan hormon -hormon yang diperlukan untuk merangsang terjadinya ovulasi, sehingga semakin sering seorang ibu menyusui bayinya (ASI ) maka semakin berkurang untuk terjadinya ovulasi.

    Di luar negri karena kebiasaan memberikan ASI masih kurang dan biasanya mereka tidak memberikan ASI dalam jangka waktu lama, maka biasanya para ibu yang memberikan ASI ini akan menkombinasikan dengan metode kontrasepsi lainnya seperti kondom, IUD atau pil progestin / minipil ( pil untuk ibu menyusui).

    Dan tentu saja para ibu yang memberikan ASI kepada bayinya akan merasa lebih aman dengan mengetahui bahwa kombinasi dari ASI ekslusif dengan metode kontrasepsi lainnya memberikan perlindungan yang lebih aman dibanding satu metode kontrasepsi saja.

    Seberapa Efektif kah Laktasi / Pemberian ASI memberi perlindungan untuk pencegahan kehamilan?

    Jika seorang ibu memberikan ASI kepada bayinya sesuai dengan semua criteria LAM, maka kemungkinan ibu untuk hamil dalam 6 bulan pertama setelah melahirkan hanya kurang dari 2 %. Bagaimanapun, untuk kebanyakan wanita, 1 dari 50 kemungkinan untuk terjadinya kehamilan yang tak terduga lebih besar resikonua dibanding mereka yang mengkombinasikan pemberian ASI / laktasi dengan metode kontrasepsi lainnya.

    Metode barrier / pelindungan (seperti kondom atau diaphragma), IUD, dan kontreasepsi dengan pil untuk ibu menyusui (mini pil atau pil progestin) sangat cocok sebagai kontrasepsi untuk Ibu yang memberikan ASI.

    Satu hal yang pasti Metode LAM tidak memberikan perlindungan apapun terhadap penyakit seksual menular. Jadi bila anda mempunyai resiko dengan Penyakit seksual menular, sebaiknya anda mneggunakan kondom.

    Kriteria seorang ibu menggunakan Metode LAM:

    Seorang ibu dinyatakan menggunakan metode LAM (Lactational Amenorrhoe Methode) / Cara KB melalui PEMBERIAN ASI secara ekslusif., bila memenuhi beberapa criteria dibawah ini:

    – Seorang ibu memberikan ASI secara ekslusif , yang artinya semua kebutuhan susu hanya berasal dari ASI. Ibu memberikan ASI kepada bayinya setiap dibutuhkan baik siang dan malam, dan memberikan ASI setiap 4 jam pada siang hari dan setiap 6 jam pada malam hari. Menyusui bayi secara ekslusif ( bayi belum mendapatkan makanan tambahan).

    – Ibu BELUM mendapatkan Menstruasi. Sekali ibu sudah mendapatkan menstruasi, itu menandakan bahwa ibu sudah memulai proses ovulasi ( sel telur matang) kembali.

    – Bayi belum berumur 6 bulan. Walaupun pada beberapa wanita tetap tidak mendapatkan menstruasi untuk beberapa bulan, dan memang tidak dapat diperkirakan kapan menstruasi akan terjadi.

    Oleh karena wanita biasanya mengalami ovulasi sebelum mereka mendapatkan menstruasi, maka terdapat resiko ibu dapat mengalami kehamilan kembali sebelum menstruasi mulai kembali.

    Dan pada beberapa kasus, kehamilan dapat tetap terjadi meskipun ibu memberikan ASI ekslusif, yang artinya LAM tidak efektif 100 %, tetapi memang seorang ibu yang memberikan ASI Ekslusif akan menjadi lebih tidak subur selama 6 bulan pertama setelah melahirkan.

    Untuk ASI yang dipompa apakah Ibu dapat menggunakan metode LAM ?

    TIdak. Karena isapan dari bayi pada putting susu mempunyai peranan penting dalam menekan ovulasi dan mengeluarkan ASI dengan memompa tidak seefektif isapan dari bayi.

    Tips:

    Berikan Asi sesering mungkin, karena semakin sering Ibu memberikan ASI dan jarak menyusui yang semakin dekat, adalah terbaik untuk metode LAM ini.

    Ibu yang kembali bekerja dan berpisah dengan bayinya sebaiknya perlu untuk mengunakan metode kontrasepsi lainnya untuk melindungi dari kehamilan.

    Ibu yang sudah mendapatkan menstruasi pertamanya setelah melahirkan sebaiknya menggunakan metode kontrasepsi lainnya untuk menlindungi dari kehamilan.

    Bila bayi sudah mulai mendapatkan tambahan makanan lainnya, atau bayi sudah berusia 6 bulan, sebaiknya perlu untuk mengunakan metode kontrasepsi lainnya untuk melindungi dari kehamilan.

    Bicarakanlah dengan dokter atau tenaga medis anda, untuk mendapatkan informasi tentang kontrasepsi yang sesuai untuk anda.

    © Dr. Suririnah –www.infoibu.com

    Categories: KB, manajemen laktasi

    Konseling

    April 17, 2008 4 comments

    1. Definisi Konseling

    Konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka dua arah antara klien dengan petugas yang bertujuan memberikan bantuan mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi, sehingga akhirnya calon peserta KB mampu mengambil keputusan sendiri mengenai alat/metode kontrasepsi apa yang terbaik bagi dirinya (Sheilla, 2006).

    Konseling adalah proses komunikasi antara seseorang (konselor) dengan orang lain. (Depkes RI, 2000).

    Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/ upaya untuk mengatasi masalah tersebut (Saifuddin, 2001).

    Konseling adalah proses pemberi bantuan seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan, dan perasaan klien (Lukman, 2002).

    2. Tujuan Konseling

    Membantu klien melihat permasalahannya supaya lebih jelas sehingga klien dapat memilih sendiri jalan keluarnya (Fitriasari, 2006).

    Dengan melakukan konseling kontap yang baik maka klien dapat menentukan pilihan kontrasepsinya dengan mantap sesuai dengan keinginan mereka sendiri dan tidak akan menyesali keputusan yang telah diambilnya di kemudian hari (Sheilla, 2006).

    Konseling yang baik meningkatkan keberhasilan KB dan membuat klien menggunakan kontrasepsi lebih lama serta mencerminkan baiknya kualitas pelayanan yang diberikan (Sheilla, 2006).

    3. Tahapan Konseling Kontrasepsi

    Menurut Suyono (2004) tahapan konseling tentang kontrasepsi meliputi :

    a. Konseling Awal

    Konseling awal adalah konseling yang dilakukan pertama kali sebelum dilakukan konseling spesifik. Biasanya dilakukan oleh petugas KB lapangan (PLKB) yang telah mendapatkan pelatihan tentang konseling kontap pria. Dalam konseling awal umumnya diberikan gambaran umum tentang kontrasepsi.

    Walaupun secara umum tetapi penjelasannya harus tetap obyektif baik keunggulan maupun keterbatasan sebuah alat kontrasepsi dibandingkan dengan metode kontrasepsi lainnya, syarat bagi pengguna kontrasepsi serta komplikasi dan angka kegagalan yang mungkin terjadi.

    Pastikan klien mengenali dan mengerti tentang keputusannya untuk menunda atau menghentikan fungsi reproduksinya dan mengerti berbagai risiko yang mungkin terjadi.

    Apabila klien dan pasangannya telah tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut tentang alat kontrasepsi, dirujuk pada tempat pelayanan kontrasepsi untuk tahapan konseling spesifik.

    b. Konseling Spesifik

    Konseling spesifik dilakukan setelah konseling pendahuluan. Dalam tahap ini konseling lebih ditekankan pada aspek individual dan privasi. Pada konseling spesifik yang bertugas sebagai konselor adalah petugas konselor, para dokter, perawat dan bidan. Konselor harus mendengarkan semua masukan dari klien tanpa disela dengan pendapat atau penjelasan konselor. Setelah semua informasi dari klien tanpa disela penjelasan konselor.

    Setelah semua informasi dari klien terkumpul maka lakukan pengelompokan dan penyaringan, kemudian berikan informasi yang tepat dan jelas untuk menghilangkan keraguan, kesalahpahaman. Berbagai penjelasan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan rasional sangat membantu klien mempercayai konselor serta informasi yang disampaikan. Di samping itu klien dapat mengambil keputusan tanpa tekanan dan berdasarkan informasi yang benar.

    c. Konseling Pra Tindakan

    Konseling pra tindakan adalah konseling yang dilakukan pada saat akan dilakukan prosedur penggunaan kontrasepsi. Pada konseling pra tindakan yang bertindak sebagai konselor adalah dokter, operator petugas medis yang melakukan tindakan. Tujuan konseling ini untuk mengkaji ulang pilihan terhadap kontrasepsi, menilai tingkat kemampuan klien untuk menghentikan infertilitas, evaluasi proses konseling sebelumnya, melihat tahapan dari persetujuan tindakan medis dan informasi tentang prosedur yang akan dilaksanakan.

    d. Konseling Pasca Tindakan

    Konseling pasca tindakan adalah konseling yang dilakukan setelah tindakan selesai dilaksanakan. Tujuannya untuk menanyakan kepada klien bila ada keluhan yang mungkin dirasakan setelah tindakan, lalu berusaha menjelaskan terjadinya keluhan tersebut, memberikan penjelasan kepada klien atau mengingatkan klien tentang perlunya persyaratan tertentu yang harus dipenuhi agar kontrasepsi efektif misalnya pada kontrasepsi vasektomi perlu penggunaan kondom selama 20 kali ejakulasi setelah divasektomi.

    4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Konseling

    a. Faktor Individual

    Orientasi cultural (keterikatan budaya) merupakan factor individual yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari :

    1) Faktor Fisik

    Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling akan sangat mempengaruhi kemampuan dalam menangkap informasi yang disampaikan konselor.

    2) Sudut Pandang

    Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah pikirannya terhadap budaya dan pendidikan akan mempengaruhi pemahamannya tentang materi yang dikonselingkan.

    3) Kondisi Sosial

    Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan memberikan pengaruh dalam memahami materi.

    4) Bahasa

    Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses konseling juga akan mempengaruhi pemahaman pasien.

    b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan interaksi

    Tujuan dan harapan terhadap komunikasi, sikap terhadap interaksi, pembawaan diri seseorang terhadap orang lain (seperti kehangatan, perhatian, dukungan) serta sejarah hubungan antara konselor dan asien akan mempengaruhi kesuksesan proses konseling.

    c. Faktor Situasional

    Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi percakapan kesehatan antara bidan dan klien akan berbeda dengan situasi percakapan antara polisi dengan pelanggar lalu lintas.

    d. Kompetensi dalam melakukan percakapan

    Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah :

    1) Kegagalan menyampaikan informasi penting.

    2) Perpindahan topik bicara yang tidak lancar.

    3) Salah pengertian.

    Categories: KB, Kesehatan Masyarakat

    Efek Samping AKDR

    April 15, 2008 2 comments

    A. Spoting

    Keluarnya bercak-bercak darah diantara siklus menstruasi, spoting akan muncul jika capek dan stress. Perempuan yang aktif sering mengalami spotting jika menggunakan kontrasepsi AKDR (Republika, 2007).

    B. Perubahan Siklus Menstruasi

    Setelah pemasangan AKDR siklus menstruasi menjadi lebih pendek. Siklus menstruasi yang muncul lebih cepat dari siklus normal rata-rata yaitu 28 hari dengan lama haid 3 – 7 hari, biasanya siklus haid berubah menjadi 21 hari.

    C. Amenore

    Tidak didapat tanda haid selama 3 bulan atau lebih. Penanganan efek samping amenore adalah memeriksa apakah sedang hamil, apabila tidak, AKDR tidak dilepas, memberi konseling dan menyelidiki penyebab amenorea apabila dikehendaki. Apabila hamil, dijelaskan dan disarankan untuk melepas AKDR apabila talinya terlihat dan kehamilan kurang dari 13 minggu. Apabila benang tidak terlihat, atau kehamilan lebih dari 13 minggu, AKDR tidak dilepas. Apabila klien sedang hamil dan ingin mempertahankan kehamilan tanpa melepas AKDR maka dijelaskan adanya resiko kemungkinan terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi serta perkembangan kehamilan harus lebih diamati dan diperhatikan.

    D. Dismenorhea

    Munculnya rasa sakit menstruasi tanpa penyebab organik. Untuk penanganan dismenorhe adalah memastikan dan menegaskan adanya penyakit radang panggul (PRP) dan penyebab lain dari kekejangan. Menaggulangi penyebabnya apabila ditemukan. Apabila tidak ditemukan penyebabnya diberi analgesik untuk sedikit meringankan. Apabila klien mengalami kejang yang berat, AKDR dilepas dan membantu klien menentukan metode kontrasepsi yang lain.

    E. Menorrhagea

    Perdarahan berat secara eksesif selama masa haid atau menstruasi. Memastikan dan menegaskan adanya infeksi pelvik dan kehamilan ektopik. Apabila tidak ada kelainan patologis, perdarahan bekelanjutan serta perdarahan hebat, melakukan konseling dan pemantauan. Memberi Ibuprofen (800mg, 3 x sehari selama 1 minggu) untuk mengurangi perdarahan dan memberikan tablet besi (1 tablet setiap hari selama 1-3 bulan). AKDR memungkinkan dilepas apabila klien menghendaki. Apabila klien telah memakai AKDR selama lebh dari 3 bulan dan diketahui menderita anemi (Hb <7g/%) dianjurkan untuk melepas AKDR dan membantu memilih metode lain yang sesuai.

    F. Fluor Albus

    Penggunaan AKDR akan memicu rekurensi vaginosis bacterial yaitu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina.

    G. Pendarahan Post Seksual

    Pendarahan post seksual ini disebabkan karena posisi benang AKDR yang menggesek mulut rahim atau dinding vagina sehingga menimbulkan pendarahan, akan tetapi pendarahan yang muncul ini jumlahnya hanya sedikit, pada beberapa kasus efek samping ini menjadi pembenar bagi akseptor untuk melakukan drop out, terutama disebabkan dorongan yang salah dari suami.

    Categories: KB

    Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

    April 15, 2008 5 comments


    A. Pengertian AKDR

    AKDR adalah alat kontrasepsi yang dipasang di dalam rahim (Hartanto, 2004). Di mana AKDR terdiri dari bermacam-macam bentuk, terdiri dari plastik (polietiline), ada yang di lilit tembaga (Cu), ada pula yang tidak. Tetapi ada pula yang di lilit tembaga bercampur perak (Ag). Selain itu ada pula yang batangnya berisi hormon progesterone.

    B. Mekanisme Kerja AKDR

    Mekanisme kerja yang pasti dari AKDR belum diketahui, namun ada beberapa mekanisme kerja yang telah diajukan:

    a. Timbulnya reaksi radang lokal yang non-spesifik di dalam cavum uteri sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu.

    b. Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan terhambatnya implantasi.

    c. Gangguan / terlepasnya blastocyst yang telah berimplantasi di dalam endometrium.

    d. Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopi.

    e. Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri.

    f. Dari penelitian terakhir, disangka bahwa AKDR juga mencegah spermatozoa membuahi sel telur (mencegah fertilisasi).

    g. Untuk AKDR yang mengandung Cu :

    1) Antagoisme kationic yang spesifik terhadap Zn yang terdapat dalam enzim carbonic anhydrase yaitu salah satu enzim dalam traktus genitalia wanita, dimana Cu menghambat reaksi carbonic anhydrase sehingga tidak memungkinkan terjadinya implantasi dan mungkin juga menghambat aktivitas alkali phospatase.

    2) Mengganggu pengambilan estrogen endogenous oleh mucosa uterus.

    3) Mengganggu jumlah DNA dalam sel endometrium.

    4) Mengganggu metabolisme glikogen.

    h. Untuk AKDR yang mengandung hormon progesterone :

    1) Gangguan proses pematangan proliteratif –sekretoir sehingga timbul penekanan terhadap endometrium dan terganggunya proses implantasi (endometrium tetap berada dalam fase decidual/ progestational).

    2) Lendir serviks yang menjadi lebih kental/ tebal karena pengaruh progestin.

    (Saifuddin, et. al., 2003).

    C. Macam – Macam AKDR

    a. Un-Medicated AKDR

    Lippes Loop – AKDR yang terbuat dari polyethylene (suatu plastik inert secara biologik) ditambah Barium Sulfat.


    b. Medicated AKDR

    Cooper AKDR – AKDR dengan penambahan selubung Cu yang padat, dimaksudkan untuk memperbesar luas permukaan Cu di dalam uterus dan untuk lebih mendekatkan Cu pada fundus uteri.

    (Hartanto, 2004)

    D. Prosedur Insersi AKDR

    a. Pemberian analgetika dan sedative bila diperlukan.

    b. Pasangan speculum dalam vagina dan perhatikan serviks serta dinding-dinding vagina.

    c. Bila mungkin terjadi, kerjakan papanicolauo smear dan pemeriksaan bakteriologis terhadap Gonorrhoe.

    d. Lakukan pemeriksaan dalam bimanual untuk menentukan besar, bentuk, posisi dan mobilitas uterus, serta untuk menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan adanya infeksi atau keganasan dari organ-organ sekitarnya.

    e. Pasang kembali speculum dalam vagina, dan lakukan desinfeksi endoserviks dan dinding vagina.

    f. Pasang tenakulum pada bibir serviks atas, lakukan tarikan ringan padanya untuk meluruskan dan menstabilkan uterus. Ini akan mengurangi perdarahan dan resiko perforasi.

    g. Lakukan sondage uterus.

    h. Masukkan AKDR sesuai dengan macam alatnya.

    Lepaskan AKDR dalam bidang transverse dari cavum uteri pada posisi setinggi mungkin di fundus uteri. Bila terasa ada tahanan sebelum mencapai fundus, jangan dipaksakan, keluarkan alatnya dan lakukan re-insersi.

    i. Keluarkan tabung inserternya.

    j. Periksa dan gunting benang ekor AKDR sampai 2-3 cm dari ostium uteri eksternum.

    k. Keluarkan tenakulum dan spekulum

    AKDR jangan dibiarkan lebih lama dari 2 menit di dalam tabung insersinya, karena ia akan kehilangan bentuknya (terutama untuk lipess loop).

    (Saifuddin, et. al., 2003).

    E. Efek Samping AKDR

    a. Saat Insersi

    Rasa sakit/nyeri, muntah, keringat dingin dan syncope, serta perforasi uterus.

    b. Setelah Insersi

    Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan), haid lebih lama dan banyak, dan perdarahan (spotting) antar menstruasi dan saat haid lebih sakit.

    F. Komplikasi AKDR

    Komplikasi pemakaian AKDR yang sering muncul yaitu AKDR tertanam dalam-dalam di endometrium atau miometrium (embedding, displacement) dan infeksi (Hartanto, 2004).

    G. Tindakan Diagnostik Persangkaan Perforasi AKDR menurut Hartanto (2004) adalah :

    Tentukan ada tidaknya kehamilan ?

    a. Ada kehamilan : periksa dengan Ultrasonografi

    b. Tidak ada kehamilan :

    1) Lakukan sondage cavum uteri

    2) Sondage positif : AKDR intra –uterine

    3) Sondage negatif :

    a) X-foto pelvis (AP dan Lateral) dengan sonde in- utero, atau masukan AKDR macam lain intra –uterine.

    b) Histerografi

    c) Histeroskopi

    d) Ultrasonografi

    H. Penanggulangan Perforasi AKDR menurut Hartanto (2004) :

    a. Perforasi partial : keluarkan AKDR

    b. Perforasi komplit :

    1) Closed devices : harus segera dikeluarkan oleh karena bahaya strangulasi usus.

    2) Cu devices : harus segera dikeluarkan oleh karena bahaya timbulnya reaksi inflamasi dan adhesi sekitar AKDR di dalam rongga peritoneum (adhesi omentum).

    3) Open –linier devices

    Sampai sekarang masih ada 2 pendapat :

    Menurut Medical Advisory Panel IPPF, tidak perlu dikeluarkan kecuali bila ada gejala-gejala dan keluhan abdominal. Harus dikeluarkan meskipun tidak ada gejala-gejala dan keluhan abdominal.

    I. Pengeluaran dan Komplikasi AKDR di Kemudian Hari menurut Hartanto (2004) :

    a. Rasa Sakit Perdarahan

    1) Merupakan alasan medis utama dari penghentian pemakaian AKDR, yaitu kira-kira 4 -15% dalam 1 tahun. Tetapi menurut penelitian-penelitian, rasa sakit dan perdarahan akan berkurang dengan semakin lamanya pemakaian AKDR.

    2) Perdarahan bertambah banyak dapat berbentuk :

    a) Volume darah haid bertambah, kecuali pada AKDR yang mengandung hormon.

    b) Perdarahan berlangsung lebih lama

    c) Perdarahan bercak/ spotting diantara haid.

    b. Embedding dan Displacement

    AKDR tertanam dalam-dalam di endometrium atau myometrium.

    c. Infeksi.

    1) Merupakan komplikasi yang paling serius yang berhubungan dengan pemakaian AKDR.

    2) Akseptor AKDR mempunyai risiko 2 X lebih besar untuk mendapatkan PID dibandingkan non – akseptor KB.

    3) PID adalah suatu istilah luas yang menunjukkan adanya suatu infeksi yang naik dari serviks kedalam uterus, tuba falupi dan ovarium.

    4) Komplikasi PID umumnya berat, antara lain dapat menyebabkan sumbatan partial ataupun total pada satu atau kedua tuba falopii, dengan akibat bertambah besarnya kemungkinan insidens kehamilan ektopik dan infertilitas.

    5) Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko infeksi :

    a) Insersi (terutama dalam 2-4 bulan pertama post-insersi

    b) Type/ macam AKDR

    c) Penyakit akibat hubungan seks (PHS)

    d) Umur

    J. Kontraindiaksi Insersi AKDR

    a. Kontraindikasi Absolut :

    1) Infeksi pelvis yang aktif (akut atau sub-akut), terutama persangkaan Gonorhoe atau Chlamydia.

    2) Kehamilan atau persangkaan kehamilan

    b. Kontraindikasi relatif kuat

    1) Partner seksual yang banyak.

    2) Partner memperoleh pertolongan gawat darurat bila terjadi komplikasi.

    3) Pernah mengalami infeksi pelvis atau infeksi pelvis yang rekuren, post-partum endometritis atau abortus febrilis dalam tiga bulan terakhir.

    4) Kesukaran memperoleh pertolongan gawat darurat bila terjadi komplikasi.

    5) Cervitis akut purulent.

    6) Kelainan darah yang tidak diketahui sebabnya.

    7) Riwayat kehamilan ektopik atau keadaan-keadaan yang menyebabkan predisposisi untuk terjadinya kehamilan ektopik.

    8) Pernah mengalami infeksi pelvis satu kali dan masih menginginkan kehamilan selanjutnya.

    9) Kelainan pembekuan darah.

    c. Keadaan –keadaan lain yang dapat merupakan kontra-indikasi untuk insersi AKDR:

    1) Penyakit katup jantung

    2) Keganasan endometrium atau serviks.

    3) Stenosis serviks yang berat.

    4) Uterus yang kecil sekali

    5) Endometriosis

    6) Myoma uteri

    7) Polip endometrium

    8) Kelainan kongenital utrerus

    9) Dismenorhe yang berat

    10) Darah haid yang banyak, haid yang ireguler atau perdarahan bercak (spotting)

    11) Alergi terhadap Cu atau penyakit Wilson yaitu penyakit gangguan Cu yang turun temurun

    12) Anemia

    13) Ketidakmampuan untuk mengetahui tanda-tanda bahaya AKDR

    14) Ketidakmampuan untuk memeriksa sendiri ekor AKDR

    15) Riwayat Gonorhoe, Chlamydia, Syphilis atau herpes

    16) Actinomycosis genitalia

    17) Riwayat reaksi vaso-vagal yang berat atau pingsan

    18) Inkompatibilitas golongan darah misalnya Rh negatif

    19) Pernah mengalami problem ekspulsi AKDR

    20) Leukore atau infeksi vagina

    21) Riwayat infeksi pelvis

    22) Riwayat operasi pelvis

    23) Keinginan untuk mendapatkan anak dikemudian hari atau pertimbangan kesuburan dimasa yang akan datang.

    (Saifuddin, et. al., 2003).

    Categories: KB