Archive

Archive for the ‘jurnal’ Category

JURNAL KESEHATAN : IMPLEMENTASI BUKU KESEHATAN IBU DAN ANAK DI KABUPATEN MIMIKA, PAPUA

December 30, 2009 Leave a comment

Oleh

Dedeh Widaningrum, Widodo Wirawan,  Mubasysyir Hasanbasri

Latar Belakang

Indikator derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat ditandai dengan jumlah kematian ibu, jumlah kematian bayi, dan
usia harapan hidup. Sampai saat ini, kematian ibu masih merupakan salah satu masalah prioritas bidang kesehatan ibu dan
anak di Indonesia. Berbagai program telah dilaksanakan di Indonesia dengan keterlibatan  aktif dari berbagai sektor pemerintah, organisasi nonpemerintah, dan masyarakat serta dengan dukungan dari berbagai badan internasional. Upaya ini telah berhasil menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dari 450 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 1985 menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 1997. Walaupun menunjukkan penurunan yang bermakna, target nasional untuk menurunkan AKI menjadi 125 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010 masih jauh untuk dicapai4.
Kesakitan dan kematian pada wanita hamil dan bersalin merupakan masalah yang besar di negara miskin dan berkembang, seperti di Indonesia. Sejalan dengan komitmen dan perkembangan secara internasional, sejak 1990-1991 Departemen Kesehatan RI dibantu Badan Kesehatan Dunia,
Badan Pendidikan dan Kebudayaan Dunia dan United Nation Development Plan mulai melaksanakan Assesment Safe Motherhood. Rekomendasi Departemen Kesehatan berbentuk strategi operasional untuk menurunkan AKI12. Angka kematian ibu di Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.  Jumlah kematian ibu dan bayi masih tetap tinggi meskipun berbagai faktor terkait risiko kejadian komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan cara pencegahannya telah diketahui.  Diperkirakan terjadi 5 juta persalinan setiap tahun. Dua puluh ribu diantaranya berakhir dengan kematian akibat sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan14. Mimika terbentuk tahun  1997, merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Fak-Fak dan secara yuridis ditetapkan sebagai  kabupaten definitif pada bulan Maret 2000. Meskipun telah terjadi penurunan kematian bayi di tingkat nasional maupun propinsi, namun angka itu dan risiko kematian bayi di Mimika pada saat ini diperkirakan masih berada di atas angka rata-rata nasional. Risiko kematian bayi yang tinggi diperparah dengan perbedaan angka kematian yang cukup besar antara daerah perkotaan dan pedalaman. Ini  disebabkan oleh kesenjangan ketersediaan pelayanan yang berkualitas. Angka Kematian Bayi (AKB) di Mimika ialah 40 per  1000 kelahiran hidup.

Download selengkapnya di http://lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.16_Dedeh_04_07.pdf

Categories: jurnal

JURNAL KESEHATAN : PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI PUSKESMAS STUDI FUNGSI DINAS KESEHATAN DI KEEROM PAPUA

December 30, 2009 7 comments

oleh :

One Wakur, Kristiani, Mubasysyir Hasanbasri

LATAR BELAKANG
Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu. Keerom merupakan salah satu kabupaten yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur. Perbandingan antara jumlah bidan dan perawat dengan penduduk di Keerom sudah terpenuhi berdasarkan standar, namun pendistribusian
tenaga bidan masih belum merata. Kondisi geografis yang sulit menyebabkan kebutuhan tenaga bidan semakin besar karena jumlah penduduk per desa masih relatif sedikit, tetapi jarak antardesa  berjauhan. Kondisi ini juga menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap bidan.  Hasil observasi awal menunjukkan bahwa ada beberapa bidan desa yang meninggalkan lokasi tugas tanpa izin dan tidak terpantau oleh Dinas Kesehatan  Keerom. Dampak dari pendistribusian tenaga kerja yang belum merata, dan  lemahnya pengawasan dari dinas kesehatan (dinkes) menyebabkan kegiatan  program kesehatan di puskesmas belum berjalan optimal, termasuk program KIA.
Tahun 2005, jumlah persalinan yang ditolong tenaga kesehatan masih rendah, hanya sebanyak 52 persen. Jumlah kematian ibu bersalin yang tercatat di Keerom sebesar 4 orang. Fenomena kasus kematian ibu dan  kematian bayi di Keerom kemungkinan akibat dari dukungan Dinas Kesehatan Keerom dalam program KIA di puskesmas belum optimal. Dalam era otonomi daerah, peran dinkes menjadi sangat penting, termasuk dalam kegiatan program KIA1. Dinkes kabupaten/kota sebagai unit pelaksana teknis di bidang kesehatan berfungsi sebagai pendukung kegiatan puskesmas di wilayah kerjanya, sehingga program dapat berjalan sesuai yang direncanakan2. Kebijakan dinkes merupakan pedoman bagi puskesmas untuk menjalankan program kesehatan di puskesmas3. Fungsi dukungan dinkes ke puskesmas dalam kegiatan program dapat berupa pengadaan sumber daya manusia dan sumber daya lain yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program KIA. Dukungan dinkes dalam proses pelaksanaan seperti kegiatan pembinaan, pengarahan dan pengendalian program juga dibutuhkan oleh puskesmas.
Berdasarkan latar belakang tersebut,  maka dirumuskan permasalahan “Bagaimana fungsi Dinas Kesehatan Keerom dalam mendukung program KIA di puskesmas?” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi Dinas Kesehatan Keerom dalam mendukung program KIA di puskesmas. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan program KIA.

Download selengkapnya di http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.21_One%20Wakur_07_07.pdf

Categories: jurnal

Jurnal Kesehatan : Pelaksanaan Desa Siaga Percontohan di Cibatu, Purwakarta

December 30, 2009 Leave a comment

Oleh

Taufik Noor Azhar, Eunice Setiawan,  Dewi Marhaeni, Mubasysyir Hasanbasri

Latar Belakang
Indonesia memiliki angka kematian ibu tertinggi dibandingkan dengan negara-negara anggota Assosiation of South East Asian Nations.
Faktor resiko komplikasi kehamilan dan cara pencegahan pada ibu hamil telah diketahui tetapi jumlah kematian ibu dan bayi masih tetap tinggi.
Lima juta persalinan terjadi setiap tahun di Indonesia tetapi dua puluh ribu diantaranya berakhir dengan kematian. Pada tahun 1988, Indonesia
melaksanakan Program  Safe Motherhood yang secara aktif melibatkan sektor-sektor pemerintah, organisasi non-pemerintah dan masyarakat,
serta badan-badan Internasional. Program ini ternyata cukup berhasil menurunkan angka kematian ibu dari 450 per 100.000 kelahiran hidup di
tahun 1985 menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 1997. Tetapi, pemerintah memiliki target nasional menurunkan angka kematian
ibu sampai 125 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Penurunan angka kematian ibu sesuai target nasional tentu belum dapat tercapai jika pemerintah hanya mengandalkan Program Safe Motherhood saja.
Propinsi Jawa Barat memiliki angka kematian ibu dan bayi masih lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional. Data yang diperoleh
dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2003 angka kematian ibu sebesar 321,15 per 100.000 kelahiran hidup dan angka
kematian bayi sebesar 44,36 per 1000 kelahiran hidup. Upaya-upaya untuk mengendalikan angka kematian ibu dan bayi pun dilaksanakan
seperti usaha pemeliharaan dan pengawasan antenatal sedini mungkin, serta persalinan yang aman dan perawatan masa nifas yang baik.
Kabupaten Purwakarta melaporkan bahwa pada tahun 2005 angka cakupan kumulatif K1 sebesar 81%, cakupan K4 baru mencapai 75%,
kunjungan neonatus mencapai 62% dan persalinan oleh tenaga kesehatan baru mencapai 65%. Walaupun angka cakupan tersebut cukup
baik namun masih belum mencapai target Standar Pelayanan Minimal K1 sebesar 90%, K4 sebesar 85%, kunjungan neonatus 80%, dan persalinan
oleh tenaga kesehatan sebesar 80%. Kabupaten

Purwakarta memiliki 896 posyandu dengan ratio 4 sampai 5 posyandu per desa. Kader berjumlah  2.908 orang yang tersebar
di 192 desa dengan ratio kader 2 sampai 3 kader per posyandu. Pengelolaan posyandu juga dilakukan oleh anggota masyarakat terutama
kader, yang peduli terhadap masalah kesehatan di desa. Tetapi, akses ke sarana pelayanan kesehatan masih menjadi masalah bagi ibu-ibu hamil
atau yang akan segera melahirkan karena jumlah polindes di Kabupaten Purwakarta hanya ada 8 unit saat ini. Selain itu, upaya kesehatan
berbasis masyarakat yang secara spesifik terfokus pada ibu dan bayi belum ada sedangkan upaya kesehatan melalui Pos Obat Desa terdiri dari
14 unit, Saka Husada terdiri dari 6 unit, dan upaya kesehatan kerja terdiri dari 6 unit, masih bersifat pelayanan umum.

Download selengkapnya di lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.19_Taufik_Noor_Azhar_07_07.pdf

Categories: jurnal

Jurnal Kesehatan : PELAKSANAAN PERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT OLEH BIDAN DESA DI KABUPATEN AGAM

December 30, 2009 Leave a comment

Oleh :

Nurmalis, Widodo Wirawan, Kristiani

LATAR BELAKANG
Upaya kesehatan berbasis masyarakat dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi masih sangat kurang dan perlu dilakukan perbaikan, terutama di  pedesaan. Penempatan bidan di desa sebagai tenaga kesehatan berperan sangat penting dalam mengatasi masalah tersebut. Mereka ditempatkan dan bertugas di desa yang mempunyai wilayah kerja satu sampai dua desa dalam melaksanakan tugas pelayanan medis baik di dalam maupun di  luar jam kerja dan bertanggung jawab langsung kepada kepala puskesmas1 . Tujuan penempatan bidan desa ialah untuk  meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan melalui puskesmas dan posyandu dalam rangka menurunkan angka kematian ibu, bayi dan balita serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup sehat 2. Tetapi, beban kerja bidan desa, khususnya di Kabupaten Agam, semakin
bertambah seiring peluncuran  program perawatan kesehatan  masyarakat (Perkesmas) secara Nasional. Perkesmas merupakan bagian integral dari upaya kesehatan  di puskesmas dan terintegrasi kedalam kelompok upaya kesehatan wajib maupun pengembangan. Tujuannya untuk pencegahan penyakit dan peningkatan  kesehatan masyarakat dan mempertimbangkan masalah kesehatan masyarakat yang mempengaruhi individu, keluarga, dan masyarakat.

Program Perkesmas yang seharusnya dilaksanakan oleh  tenaga keperawatan, dilaksanakan oleh bidan desa  karena keterbatasan tenaga perawat. Jumlah tenaga bidan di Agam  sebesar 250 orang, 96 orang di antaranya ialah bidan desa, sedangkan jumlah perawat hanya 137 orang. Kondisi tersebut mendasari kebijakan program perawatan kesehatan masyarakat dilaksanakan oleh bidan.
Sejak penerapan Perkesmas oleh bidan, derajat kesehatan yang berkaitan dengan perawatan kesehatan masyarakat di Agam belum memenuhi target terutama untuk kasus bayi kurang gizi. Harapan yang belum tercapai dimungkinkan oleh kelemahan managemen meliputi input (tenaga, dana dan  sarana) atau proses (pengelolaan) di tingkat puskesmas. Indikator untuk menilai mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari tingkat kepatuhan atau compliance rate terhadap SOP (standard operational procedure). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan program Perkesmas oleh puskesmas di Kabupaten Agam. Mengetahui faktor input dan proses, mengetahui hubungan antara sumberdaya manusia, dana dan sarana, serta persepsi bidan tentang manajemen puskesmas dalam Perkesmas dengan kualitas pelayanan dan kualitas administrasi, dan mengetahui gambaran   kualitas pelaksanaan  Perkesmas dan cakupan pelaksanaannya.

Download selengkapnya di : lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.7%20_Nurmalis_07_07.pdf

Categories: jurnal

Jurnal Kesehatan : Manajemen Unit Gawat Darurat pada Penanganan Kasus Kegawatdaruratan Obstetri di Rumah Sakit Umum Tengku Mansyur Tanjung Balai

December 30, 2009 Leave a comment

Oleh :

Nurhidayah A. Ritonga, Mubasysyir Hasanbasri

Latar Belakang

Undang-undang Nomor 32 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah menetapkan bidang kesehatan sebagai salah satu urusan wajib
yang harus dilaksanakan oleh kotamadya/kabupaten. Penyelenggaraan urusan wajib oleh daerah merupakan perwujudan otonomi yang
bertanggungjawab sebagai pengakuan hak dan kewenangan daerah  dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul. Rumahsakit sebagai
suatu organisasi yang khusus memberikan pelayanan kesehatan pada  masyarakat harus dilihat sebagai suatu institusi yang sangat fital demi
kelangsungan hidup manusia. Penanganan kasus gawat darurat pada setiap rumahsakit khususnya obstetri sering menjadi sorotan publik
sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan yang sering merasa terabaikan dan tidak jarang berakhir pada kematian.
Kematian dan kesakitan ibu sebenarnya dapat dikurangi atau dicegah dengan berbagai usaha perbaikan dalam bidang pelayanan kesehatan
obstetri. Pelayanan kesehatan tersebut dinyatakan sebagai bagian integral dari pelayanan dasar yang terjangkau seluruh masyarakat.
Kegagalan dalam penanganan kasus kedaruratan obstetri umumnya disebabkan oleh kegagalan mengenal resiko kehamilan, keterlambatan
rujukan, kurangnya sarana yang memadai untuk perawatan ibu hamil dengan risiko tinggi maupun pengetahuan tenaga medis, paramedis dan
penderita dalam mengenal kehamilan resiko tinggi, secara dini, masalah dalam pelayanan obstetri, maupun kondisi ekonomi. Penyebab utama
tingginya angka kematian ibu ialah adanya 3 terlambat (3T) yaitu terlambat mencari pertolongan, terlambat mencapai tempat tujuan dan
terlambat memperoleh penanganan yang tepat setelah tiba ditempat tujuan.
Pelayanan gawat darurat bertujuan menyelamatkan kehidupan penderita, sering dimanfaatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan
pertama  dan bahkan pelayanan rawat jalan. Pelayanan gawat darurat terdiri dari; falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, staf dan
pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan staf dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian mutu.

Alamat Download : http://lrc-kmpk.ugm.ac.id /id/UP-PDF/_working/No.13_Ritonga_04_07.pdf

Categories: jurnal