Archive

Archive for the ‘Pernapasan’ Category

Oksigenisasi

April 15, 2008 9 comments

Proses Respirasi

Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan keluar melalui kerjasama dengan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis.

Oksigen di atmosfir mengandung konsentrasi sebesar 20,9 % akan masuk ke alveoli melalui mekanisme ventilasi kemudian terjadi proses pertukaran gas yang disebut proses difusi. Difusi adalah suatu perpindahan/ peralihan O2 dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dimana konsentrasi O2 yang tinggi di alveoli akan beralih ke kapiler paru dan selanjutnya didistribusikan lewat darah dalam 2 (dua) bentuk yaitu : (1) 1,34 ml O2 terikat dengan 1 gram Hemoglobin (Hb) dengan persentasi kejenuhan yang disebut dengan “Saturasi O2” (SaO2), (2) 0,003 ml O2 terlarut dalam 100 ml plasma pada tekanan parsial O2 di arteri (PaO2) 1 mmHg.

Kedua bentuk pengangkutan ini disebut sebagai kandungan O2 atau “Oxygen Content” (CaO2) dengan formulasi :

CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2)

Sedangkan banyaknya O2 yang ditransportasikan dalam darah disebut dengan “Oxigen Delivery” (DO2) dengan rumus :

DO2 = (10 x CaO2) x CO

Dimana CO adalah “Cardiac Output” (Curah Jantung). CO ini sangat tergantung kepada besar dan ukuran tubuh, maka indikator yang lebih tepat dan akurat adalah dengan menggunakan parameter “Cardiac Index” (CI). Oleh karena itu formulasi DO2 yang lebih tepat adalah :

DO2 = (10 x CaO2) x CI

Selanjutnya O2 didistribusikan ke jaringan sebagai konsumsi O2 (VO2) Nilai VO2 dapat diperoleh dengan perbedaan kandurngan O2 arteri dan vena serta CI dengan formulasi sebagai berikut :

VO2a = (CaO2 – CvO2) x CI

Selain faktor difusi dan pengangkutan O2 dalam darah maka faktor masuknya O2 kedalam alveoli yang disebut sebagai ventilasi alveolar.

Ventilasi Aveolar

Ventilasi alveolar adalah salah satu bagian yang penting karena O2 pada tingkat alveoli inilah yang mengambil bagian dalam proses difusi. Besarnya ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya udara yang masuk keluar paru, laju nafas, udara dalam jalan nafas serta keadaan metabolik.

Banyaknya udara masuk keluar paru dalam setiap kali bernafas disebut sebagai Volume Tidal (VT) yang bervariasi tergantung pada berat badan. Nilai VT normal pada orang dewasa berkisar 500 – 700 ml dengan menggunakan Wright’s Spirometer. Volume nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam pertukaran gas disebut sebagai Dead Space (VD)(Ruang Rugi) dengan nilai normal sekitar 150 – 180 ml yang terbagi atas tiga yaitu : (1) Anatomic Dead Space, (2) Alveolar Dead Space, (3) Physiologic Dead Space.

Anatomic Dead Space yaitu volume nafas yang berada di dalam mulut, hidung dan jalan nafas yang tidak terlibat dalam pertukaran gas.

Alveolar Dead Space yaitu volume nafas yang telah berada di alveoli, akan tetapi tidak terjadi pertukaran gas yang dapat disebabkan karena di alveoli tersebut tidak ada suplai darah. Dan atau udara yang ada di alveoli jauh lebih besar jumlahnya dari pada aliran darah pada alveoli tersebut.

Ventilasi alveolar dapat diperoleh dari selisih volume Tidal dan ruang rugi, dengan laju nafas dalam 1 menit.

VA = (VT – VD) x RR

Sedangkan tekanan parsial O2 di alveolar (PaO2) diperoleh dari fraksi O2 inspirasi (FiO2) yaitu 20,9 % yang ada di udara, tekanan udara, tekanan uap air, tekanan parsial CO2 di arteri (PaCO2).

PaO2 = FiO2 (760 – 47) – (PaCO2 : 0,8)

Demikian faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi dimana respirasi tidak saja pertukaran gas pada tingkat paru (respirasi eksternal) tetapi juga pertukaran gas yang terjadi pada tingkat sel (respirasi internal).

Terapi Oksigen

Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard.

Syarat-syarat pemberian O2 meliputi : (1) Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol, (2) Tidak terjadi penumpukan CO2, (3) mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah, (4) efisien dan ekonomis, (5) nyaman untuk pasien.

Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.

Indikasi Terapi Oksigen

Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut : (1) Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah, (2) Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan, (3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada klien dengan gejal : (1) sianosis, (2) hipovolemi, (3) perdarahan, (4) anemia berat, (5) keracunan CO, (6) asidosis, (7) selama dan sesudah pembedahan, (8) klien dengan keadaan tidak sadar.

Metode Pemberian Oksigen

Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :

1. Teknik Sistem Aliran Rendah

Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.

Contoh system aliran rendah ini adal;ah : (1) kateter nasal, (2) kanula nasal, (3) sungkup muka sederhana, (4) sungkup muka dengan kantong rebreathing, (5) sungkup muka dengan kantong non rebreathing.

2. Sistem Aliran Tinggi

Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebihtepat dan teratur.

Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.

Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.

Categories: Pernapasan

Bronkitis

April 15, 2008 Leave a comment

Definisi

Bronkitis adalah suatu peradangan dari bronkioli, bronkus dan trakea oleh berbagai sebab (Purnawan Junadi; 1982; 206).

Bronkitis akut adalah penyakit infeksi saluran nafas akut (inflamasi bronkus) yang biasanya terjadi pada bayi dan anak yang biasanya juga disertai dengan trakeitis (Ngastiyah; 1997; 36).

Bronkitis biasa juga disebut dengan laringotrakeobronkitis akut atau croup dan paling sering menyerang anak usia 3 tahun (Ngastiyah; 1997; 37).

Etiologi

Bronkitis akut biasanya sering disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus, Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan coxsackie virus. Bronkitis akut juga dapat dijumpai pada anak yang sedang menderita morbilli, pertusis dan infeksi mycoplasma pneumoniae (Ngastiyah; 1997; 37).

Penyebab lain dari bronkitis akut dapat juga oleh bakteri (staphylokokus, streptokokus, pneumokokus, hemophylus influenzae). Bronkitis dapat juga disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur (Purnawan Junadi; 1982; 206).

Penyebab non infeksi adalah akibat aspirassi terhadap bahan fisik atau kimia. Faktor predisposisi terjadinya bronkitis akut adalah perubahan cuaca, alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik memudahkan terjadinya bronkitis (Ngastiyah; 1997; 37).

Pathofisiologi

Virus dan kuman biasa masuk melalui “port de entry” mulut dan hidung “dropplet infection” yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/ bakterimia dengan gejala atau reaksi tubuh untuk melakukan perlawanan.

Manifestasi klinik

1. Tanda toksemi : Malaise, demam, badan terasa lemah, banyak keringat “Diaphoresis”, tachycardia, tachypnoe.

2. Tanda iritasi : Batuk, ekspektorasi/ peningkatan produksi sekret, rasa sakit dibawah sternum

3. Tanda obstruksi : sesak nafas, rasa mau muntah.

Prognosis

Bila tidak ada komplikasi prognosis bronkitis akut pada anak umumnya baik. Pada bronkitis akut yang berulang dan bila anak merokok (aktif atau pasif) maka dapat terjadi kecenderungan untuk menjadi bronkitis kronik kelak pada usia dewasa (Ngastiyah; 1997; 37).

Penatalaksanaan dan terapi

Untuk terapi disesuaikan dengan penyebab, karena bronkitis biasanya disebabkan oleh virus maka belum ada obat kausal. Obat yang diberikan biasanya untuk mengatasi gejala simptomatis (antipiretika, ekspektoran, antitusif, roburantia). Bila ada unsur alergi maka bisa diberikan antihistamin. Bila terdapat bronkospasme berikan bronkodilator.

Penatalaksanaannya adalah istirahat yang cukup, kurangi rokok (bila merokok), minum lebih banyak daripada biasanya, dan tingkatkan intake nutrisi yang adekuat.

Bila pengobatan sudah dilakukan selama 2 minggu tetapi tidak ada perbaikan maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan antibiotik boleh diberikan. Pemberian antibiotik adalah 7-10 hari, jika tidak ada perbaikan maka perlu dilakukan thorak foto untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps paru segmental dan lobaris, benda asing dalam saluran pernafasan dan tuberkulosis.

Categories: Pernapasan

Asma

April 15, 2008 1 comment

Definisi

Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.

Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The Amercan Thoracic Society).

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.

a. Faktor predisposisi

1) Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi

1) Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

b) Ingestan, yang masuk melalui mulut

Contoh : makanan dan obat-obatan

c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan

2) Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

3) Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

4) Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

5) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

Manifestasi Klinik

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.

Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.

Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.

2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1. Pengobatan non farmakologik:

1) Memberikan penyuluhan

2) Menghindari faktor pencetus

3) Pemberian cairan

4) Fisiotherapy

5) Beri O2 bila perlu.

2. Pengobatan farmakologik :

1) Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam golongan :

a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.

b. Santin (teofilin)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.

2) Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

3) Ketofilen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.

Categories: Pernapasan